Seri (9) Revitalisasi Budaya Kaili
TADULAKO
Secara harfiah kata "Tadulako" berarti pemimpin perang. "Tadulako" adalah personifikasi figur, tokoh, subyek yang memiliki semangat, keberanian, kekuatan, yang terpancar dari kharisma dan kewibawaan. Pada beberapa kagaua (kerajaan) di tanah kaili keberadaan figur "Tadulako" dalam struktur "Libu Nu Madika" niscaya selalu ada dan bertindak sebagai menteri pertahanan dan keamanan.
Sosok "Tadulako" harus memiliki keberanian sebagai sifat utama, keberanian merupakan sifat dan perilaku yang dibentuk berdasarkan faktor genealogis dalam satuan kekerabatannya. Dengan tampilan maskulinitas positif, "Tadulako" bahkan mewarisi nilai kepemimpinan dari "Tomalanggai" sebagai "tobaraka" dan merupakan cikal bakal pemimpin pada suku Kaili.
"Tadulako" memiliki kewenangan yang harus di jalankan untuk menjaga keamanan kerajaan (negeri), jika terjadi peperangan atau pemberontakan terhadap otoritas "kagaua". Tadulakolah yang pertama kali maju kedepan arena pertempuran sebagai pemimpin Prajurit/Pasukan.
Secara fungsional dalam struktur kelembagaan "Libu Nu Madika" Tadulakolah yang memiliki dan menjalani prosesi tersendiri dalam menjalankan tugasnya dibandingkan anggota "Libu Mu Madika" lainnya, jika terjadi peperangaan, atas perintah "Magau", Tadulako mengumpulkan pasukannya diawali dengan "tinti gabara ribaruga" ( gendang yang dibunyikan di baruga dengan irama tertentu) sebagai tanda bahwa persiapan perang segera dimulai, prosesi ini sekaligus sebagai pengumuman dan isyarat kepada "To dea" (masyarakat) agar waspada dan mengikhlaskan para prajurit untuk pergi berjuang di medan perang. Dengan dipimpin "Tadulako", para pasukan lalu berkumpul di "Bantaya" (rumah adat tempat bermusyawarah) dengan mempersiapkan alat kelengkapan perang berupa "Sinjulo" (pakaian perang dari kulit kayu berwarna hitam), "Songko Vaja" (berbahan kayu) yang dikebatkan sepasang tanduk kerbau khusus dikenakan Tadulako), "Tokotampi" (tombak yang menggunakan ekor kuda diujung tangkainya), "Kaliavo" (perisai), "Guma" (keliwang) yang sarung pembungkusnya digantungi "Banggula" yaitu giring-giring terbuat dari kuningan sehingga suara yang ditampilkan pasukan terdengar gemerincing jika berjalan.
TADULAKO
Secara harfiah kata "Tadulako" berarti pemimpin perang. "Tadulako" adalah personifikasi figur, tokoh, subyek yang memiliki semangat, keberanian, kekuatan, yang terpancar dari kharisma dan kewibawaan. Pada beberapa kagaua (kerajaan) di tanah kaili keberadaan figur "Tadulako" dalam struktur "Libu Nu Madika" niscaya selalu ada dan bertindak sebagai menteri pertahanan dan keamanan.
Sosok "Tadulako" harus memiliki keberanian sebagai sifat utama, keberanian merupakan sifat dan perilaku yang dibentuk berdasarkan faktor genealogis dalam satuan kekerabatannya. Dengan tampilan maskulinitas positif, "Tadulako" bahkan mewarisi nilai kepemimpinan dari "Tomalanggai" sebagai "tobaraka" dan merupakan cikal bakal pemimpin pada suku Kaili.
"Tadulako" memiliki kewenangan yang harus di jalankan untuk menjaga keamanan kerajaan (negeri), jika terjadi peperangan atau pemberontakan terhadap otoritas "kagaua". Tadulakolah yang pertama kali maju kedepan arena pertempuran sebagai pemimpin Prajurit/Pasukan.
Secara fungsional dalam struktur kelembagaan "Libu Nu Madika" Tadulakolah yang memiliki dan menjalani prosesi tersendiri dalam menjalankan tugasnya dibandingkan anggota "Libu Mu Madika" lainnya, jika terjadi peperangaan, atas perintah "Magau", Tadulako mengumpulkan pasukannya diawali dengan "tinti gabara ribaruga" ( gendang yang dibunyikan di baruga dengan irama tertentu) sebagai tanda bahwa persiapan perang segera dimulai, prosesi ini sekaligus sebagai pengumuman dan isyarat kepada "To dea" (masyarakat) agar waspada dan mengikhlaskan para prajurit untuk pergi berjuang di medan perang. Dengan dipimpin "Tadulako", para pasukan lalu berkumpul di "Bantaya" (rumah adat tempat bermusyawarah) dengan mempersiapkan alat kelengkapan perang berupa "Sinjulo" (pakaian perang dari kulit kayu berwarna hitam), "Songko Vaja" (berbahan kayu) yang dikebatkan sepasang tanduk kerbau khusus dikenakan Tadulako), "Tokotampi" (tombak yang menggunakan ekor kuda diujung tangkainya), "Kaliavo" (perisai), "Guma" (keliwang) yang sarung pembungkusnya digantungi "Banggula" yaitu giring-giring terbuat dari kuningan sehingga suara yang ditampilkan pasukan terdengar gemerincing jika berjalan.
Setelah persiapan alat kelengkapan perang telah dilakukan dengan dibantu sepenuhnya oleh seluruh masyarakat, maka
Peperangan siap dihadapi, lalu para ahli perang diantaranya "Tadulako" dan sebagian "To Tua Nungata" melaksanakan "Nondolu" berupa nyanyian yang berisi sugesti mental kepada prajurit guna mempertinggi daya tempur, sekaligus menanamkan arti dan nilai kematian bagi prajurit dalam membela kagaua atau negeri. Saat "Tadulako" "Nerenggemo" (pekikan penyemangat) sudah di lontarkan maka pasukan bersama "Tadulako" telah bergerak menuju peperangan.
Dalam seluruh prosesi peperangan yang dilaksanakan, menempatkan Tadulako sebagai simbol kekuatan inti pembela negeri. Pemaknaan dalam simbolisasi Tadulako menegaskan eksistensi pemimpin perang yang siap dan rela mati membela tanah air.
Tadulako, Sebelum Turun Berperang, akan melakukan gerakan "Notampadu Tana Pade Nolako" ( menghentakan kaki yang bertumpu pada tumit ke Tanah sebagai simbol injakan ke bumi sebelum Melangkah dan sebagai simbol pamit Pada Bumi untuk menuju tujuan, makna filosofinya bahwa Bumi tempat bepijak Dan satu tujuan Hidup Adalah Mati, Maka ketika Mati seorang Tadulako berada dalam Perjuangan Di jalan kebenaran.
Dengan semangat dan jiwa pengorbanan "Tadulako" mempertaruhkan jiwa untuk siap melindungi "Kagaua" dan seluruh negeri, penanda semangat dan keberanian "Tadulako" tergambar jelas pada semboyan "Malei Raa Mabubu, Ma Puti Buku Ra Timbe, Kana Kupomate Ngataku" ( Merah darah ditumpahkan, putih tulang di potong, siap mati untuk untuk negeriku).
Boyaoge, 18 Oktober 2019,
N I S B A H
Pemerhati Budaya Kaili
Peperangan siap dihadapi, lalu para ahli perang diantaranya "Tadulako" dan sebagian "To Tua Nungata" melaksanakan "Nondolu" berupa nyanyian yang berisi sugesti mental kepada prajurit guna mempertinggi daya tempur, sekaligus menanamkan arti dan nilai kematian bagi prajurit dalam membela kagaua atau negeri. Saat "Tadulako" "Nerenggemo" (pekikan penyemangat) sudah di lontarkan maka pasukan bersama "Tadulako" telah bergerak menuju peperangan.
Dalam seluruh prosesi peperangan yang dilaksanakan, menempatkan Tadulako sebagai simbol kekuatan inti pembela negeri. Pemaknaan dalam simbolisasi Tadulako menegaskan eksistensi pemimpin perang yang siap dan rela mati membela tanah air.
Tadulako, Sebelum Turun Berperang, akan melakukan gerakan "Notampadu Tana Pade Nolako" ( menghentakan kaki yang bertumpu pada tumit ke Tanah sebagai simbol injakan ke bumi sebelum Melangkah dan sebagai simbol pamit Pada Bumi untuk menuju tujuan, makna filosofinya bahwa Bumi tempat bepijak Dan satu tujuan Hidup Adalah Mati, Maka ketika Mati seorang Tadulako berada dalam Perjuangan Di jalan kebenaran.
Dengan semangat dan jiwa pengorbanan "Tadulako" mempertaruhkan jiwa untuk siap melindungi "Kagaua" dan seluruh negeri, penanda semangat dan keberanian "Tadulako" tergambar jelas pada semboyan "Malei Raa Mabubu, Ma Puti Buku Ra Timbe, Kana Kupomate Ngataku" ( Merah darah ditumpahkan, putih tulang di potong, siap mati untuk untuk negeriku).
Boyaoge, 18 Oktober 2019,
N I S B A H
Pemerhati Budaya Kaili
Tidak ada komentar:
Posting Komentar