Edisi Kontemplasi...
Menyoal One Piece VS Merah Putih
Fenomena peristiwa pengibaran bendera One Piece dibawah Bendera Merah Putih jelang perayaan Hari Kemerdekaan RI ke-80 menjadi viral dan memicu perdebatan luar biasa. Bendera One Piece yang bergambar tengkorak dengan topi jerami menjadi sorotan karena pemasangannya yang di letakkan bawah Bendera Merah Putih dijustifikasi sebagai situasi tergerusnya semangat nasionalisme kebangsaan. Ketidak setujuan atas pemasangan bendera One Piece dinarasikan sebagai tindak provokatif dan propaganda yang dapat menurunkan martabat Bendera Merah Putih sebagai simbol Nasionalisme Kebangsaan.
Bendera One Piece merupakan anime asal jepang bergambar tengkorak dengan topi jerami yang mengilustrasikan kelompok bajak laut dengan tokoh utama bernama Monkey D Luffy. Bagi kelompok penyuka tokoh ini, sejumlah kisah dalam One Piece secara ekstrim merepresentasikan perlawanan terhadap ketidakadilan. Dalam beberapa kisahnya, Monkey D Luffy dan rekannya harus menghadapi pemerintahan yang korup, militeristik, sadistik, dengan praktik pelanggaran hak asasi manusia, genosida, diskriminasi ras, hingga upaya memanipulasi sejarah.
One Piece adalah simbol ekspresi bagi penyuka tokoh ini yang relatif berasal dari gen (Y) milenial dan gen (Z) zoomers yang berada di era transisional. Bagi dua tipe generasi ini, Korelasi pemaknaan One Piece dikaitkan dengan semangat kebebasan, ekspresi keberanian, dan perlawanan terhadap ketidakadilan. Pengibaran bendera One Piece bahkan diasumsikan sebagai ketidakpuasan dan kritik atas realitas kehidupan dalam entitas bernegara.
Bagi kelompok penyuka anime ini pemaknaan terhadap bendera One Piece, awalnya bersifat superficial. Kesadaran pemaknaan kemudian berubah menjadi simbol kritik sosial. Bendera One Piece dirasakan mampu mewakili keresahan atas dahsyatnya benturan situasi sosial yang terjadi terkait sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan diikuti dengan situasi sosial mutakhir yaitu kebijakan pembekuan rekening yang pasif dan penyitaan tanah yang menganggur.
Terdapat pesan moral kuat dari anime One Piece yang menegaskan semangat kebebasan, anti-penindasan, dan keberanian melawan otoritarianisme. Ekspresi simbolik untuk menolak ketimpangan sosial, melawan sistem yang korup, atau sekadar menyuarakan kebebasan berpikir dan bertindak.
Menyelami pemaknaan atas ilustrasi One Piece yang dianggap representatif menggambarkan kondisi yang dialami sebagian kelompok masyarakat, menjadi kilas balik atas tindakan generasi pendahulu yang saat ini sdh memasuki fase baby boomers. Sekitar tahun 80 dan 90-an, situasi Dejavu pernah terjadi dimana generasinya menampilkan kegandrungan dan kecanduan terhadap bendera Amerika dan Inggris yang notabene merupakan simbol negara lain. Kegandrungan dan kecanduan menjadi simbol identitas yang mencirikan kemajuan pergaulan remaja ketika itu. Pemasangan bendera negara Amerika dan Inggris dalam ruang privat seperti kamar tidur dan ruang interaksi bergaul menjadi penanda bahwa kelompok remaja ketika itu adalah kelompok yang memiliki pergaulan modern. Pun saat ini sesungguhnya selain anime One Piece kegandrungan generasi millenial dan generasi zoomers terhadap K-Pop harus diletakkan dalam persepsi yang sama dengan pemasangan bendera One Piece agar tidak terjebak dalam dikotomi parsial.
Diskursus bendera One Piece hanyalah sebagai simbol kritik, layaknya puisi, gambar, lagu, film, atau karya seni lainnya. Pemasangan bendera One Piece di bawah bendera Merah Putih dalam pendekatan interaksionis simbolik dimaknai sebagai cara dan tindakan komunikatif. Cara dan tindakan komunikasi menjadi ekspresi simbolik untuk membuka diskusi masyarakat tentang ketidak puasan terhadap kondisi entitas negara (Jurgen Habermas).
Bisa jadi, Pemasangan bendera One Piece dibawah bendera Merah Putih merupakan proses inter tekstualitas atas krisis komunikasi yang terjadi antara rakyat dan negara. Rakyat tidak lagi bisa menyampaikan aspirasi secara formal, sebaliknya harus secara nonformal melalui cara-cara viral di media sosial. Bendera One Piece telah menjadi simbol perwakilan dari protes atau kritik. Secara sosiologis, meluasnya tindakan pengibaran bendera One Piece, menunjukkan adanya solidaritas mekanik yang berkembang menjadi solidaritas organik seperti dinyatakan oleh Durkheim.
Ketika bendera One Piece dikibarkan di depan rumah-rumah kecil di gang-gang sempit, dibawa truk yang melintasi kerasnya jalanan, ataupun muncul di linimasa media sosial, mungkin ia bukan ingin menyaingi Merah Putih atau bahkan mendegradasi semangat nasionalisme, tetapi mungkin pengibaran dan pemasangan bendera One Piece hanya sekedar wujud ekspresi ingin didengar dari keterhimpitan dan sesaknya beban yang menyeruak di ruang sosial.
Wallahu a'lam bissawab...
Boyaoge, 8 Agustus 2025,
NISBAH
Pemerhati Perempuan dan Budaya Kaili
Tidak ada komentar:
Posting Komentar