Minggu, 27 Juli 2025

Seri (28) Revitalisasi Budaya Kaili MAGAU BO TOMAOGE...(sebuah dirkursus)

Seri (28) Revitalisasi Budaya Kaili 

MAGAU BO TOMAOGE...
(sebuah dirkursus)

Penyematan atau Pemberian gelar terhadap Pemimpin berkorelasi dengan pelaksanaan prinsip kepemimpinan dan merupakan penanda atas status, posisi,  peran dan tanggung jawab yang diemban oleh seorang pemimpin dalam Masyarakat. Pelaksanaan kepemimpinan secara prinsip bermakna pada serangkaian kemampuan individu untuk memimpin, mengarahkan, dan memotivasi dengan disertai sifat-sifat kepribadian bijaksana dan berwibawa. 

Dalam konsep pelaksanaan kepemimpinan pada masyarakat Kaili  terdapat gelar Magau dan Tomaoge yang menjadi istilah penyebutan bagi seseorang yang menjadi pemimpin masyarakat. Gelar adat dalam kepemimpinan  pada masyarakat Kaili memiliki arti dan makna yang erat kaitannya dengan sistem tata nilai pranata sosial masyarakat Kaili. Penyebutan atau gelar adat Magau dan Tomaoge merupakan bentuk penghargaan dan penghormatan masyarakat Kaili terhadap seseorang yang dianggap memiliki pengaruh, jasa atau peran kepemimpinan yang dilaksanakan. Secara filosofis dan simbolis  gelar adat Magau dan Tomaoge mencerminkan nilai-nilai luhur masyaarakat Kaili sebagai sebuah entitas. 

Terminologi kata Magau berarti pemimpin Kerajaan dalam struktur adat pemerintahan Kerajaan yang melingkupinya. Secara harfiah kata Magau adalah Raja yang merupakan pemimpin pada masa pemerintahan Kerajaan yang memiliki gelar adat, gelar status dan gelar kedudukan dalam hirarki genealogis turun temurun. 
Adapun kata Tomaoge secara etimologi adalah frasa yang  terdiri  dua kata Toma yang berarti "Bapak atau Ayah”, dan Oge yang berarti "Banyak”, maka  secara harfiah Tomaoge adalah pemaknaan terhadap posisi seseorang sebagai
"bapak atau ayah bagi Orang Banyak atau Masyarakat”. Gelar Magau dan Tomaoge memberi arti dan makna atas adanya sebutan Gelar Adat bagi seseorang yang menjadi pemimpin di Masyarakat Kaili.

Magau adalah gelar bagi Raja yang dipilih,  diangkat dan diberi kepercayaan untuk menjalankan sistem kepemimpinan dalam struktur pemerintahan wilayah Kerajaan (Kagaua). Prosesi pengangkatan Magau diawali dengan pelaksanaan Nangada pada Libu Potangara Nuada yang dilakukan oleh Para Totua Nungata yang berada pada wilayah keadatan dan menjadi perwakilan masing-masing Ngata atau kampung dalam satu wilayah Kagaua (Kerajaan). Setelah Libu Potangara Nuada oleh Para Totua Nungata menyepakati sosok atau figur yang diangkat menjadi calon Magau  maka Libu Potangara Nuada Totua Nungata akan mengusulkan calon Magau kepada Libu Ntina, kemudian Libu Ntina Nangada untuk mengetahui dan memastikan bahwa calon Magau memiliki sifat, karakter, status derajat dan kualitas genealogis sebagai Bija Nu Magau No Vati Nu Madika. 

Kelayakan sifat, karakter status derajat dan kualitas genealogis yang diputuskan dalam Nangada Libu Ntina akan menentukan seorang yang dapat dikukuhkan dan dilantik menjadi Magau dalam Pemerintahan Adat Kagaua. Peran Libu Potangara Nuada Totua Nungata  dan Libu Ntina  sangat menentukan dalam proses Penetapan Magau yang akan menjadi Pemimpin dalam Pemerintahan Kagaua.

Adapun Tomaoge adalah gelar adat yang diberikan kepada pemimpin sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan ketika berada pada posisi sebagai Pimpinan dalam struktur Pemerintahan Wilayah Administratif. Pemberian gelar adat Tomaoge dilaksanakan sebagai wujud kesepakatan untuk menegaskan status pemimpin dalam kedudukannya pada wilayah keadatan. 

Tradisi pemberian gelar adat Tomaoge menjadi kelaziman setelah pemerintahan kekuasaan adat tidak lagi berlaku. Pemberian gelar adat Tomaoge merupakan  bentuk transisi personifikasi Magau yang merupakan Pemimpin dalam wilayah kekuasaan adat bergeser ke Pimpinan dalam struktur pemerintahan Wilayah Administratif. Meskipun secara historis status gelar adat Tomaoge sesungguhnya tidak terdapat dalam struktur  Libu Nu Madika  (struktur kekuasaan adat Kerajaan). 

Ketentuan adat terkait tata cara dan prosesi pemberian  gelar adat Tomaoge merupakan  prosesi penyematan atau pemberian gelar adat yang dilaksanakan oleh Libu Mbaso Potangara Nuada yang direpresentasi oleh beberapa Dewan Adat Patanggota dan Dewan Adat Pitunggota yang terdapat di beberapa wilayah keadatan Lembah Palu meliputi Palu, Sigi-Dolo, Sigi-Sibalaya, Kulawi, Banawa, Parigi, Loli, dan Tavaili.  

Dalam Libu Mbaso Potangara Nuada yang  diwakili oleh Dewan Adat Patanggota dan Dewan Adat Pitunggota  di Lembah Palu kewenangan atas keputusan Penyematan atau Pemberian gelar adat kepada seorang Tomaoge dapat dilaksanakan. Prosesi pemberian Gelar  Adat Tomaoge berdasarkan tata nilai keadatan merupakan wujud penghormatan terhadap tradisi dan budaya leluhur yang berlaku pada Masyarakat Kaili.

Magau dan Tomaoge merupakan dua gelar  adat yang diberikan kepada pemimpin dalam masayarakat Kaili di Sulawesi Tengah meskipun berada dalam derajat dan kualitas yang berbeda. Gelar adat bagi pemimpin mencerminkan peran, tanggung jawab, serta kedudukan seseorang dalam struktur  sosial dan budaya Masyarakat. Dalam filosofi kepemimpinan yang melekat pada gelar adat Tomaoge dan teristimewa Magau secara inheren melekat sifat-sifat Tomalanggai, Tobaraka, dan Tomanasa yang bermakna pada kualitas keluhuran Sikap, Tindakan, Kebijakan dan Kewibawaan yang terbentuk dari nilai kepemimpinan pada Masyarakat Kaili. 

Gelar adat  Magau dan pemberian Gelar adat Tomaoge tidak sekedar pencantuman  atau sebutan melainkan simbol yang menunjukan eksistensi, pengakuan, kehormatan dan fungsi pemimpin dalam menjaga tatanan masyarakat secara sosial dan budaya. Gelar adat menjadi penanda adanya fungsi dan peran pemimpin yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat. Gelar Adat  juga mereprsentasikan status dan kedudukan sosial dalam struktur Masyarakat yang menunjukan adanya tingkatan kehormatan dan kebangsawanan sekaligus simbolisasi atas adanya pengakuan terhadap keberadaan seorang pemimpin dalam Masyarakat.
Wallahu a'lam bissawab...

Boyaoge, 28 Juli 2025
Nisbah
Pemerhati  Budaya Kaili
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar