Seri (23) Revitalisasi Budaya Kaili
Paradoksal Tanasi dan Saronda
"Tanasi" dan "Saronda" dua Diksi populer pada masyarakat Kaili untuk menggambarkan kondisi paradoksal kematangan "buah" dan "masakan". Penggambaran Kondisi kematangan masing-masing memiliki perbedaan kualitas yang dihasilkan setelah melalui proses buatan alamiah dan non alamiah.
"Tanasi" adalah kondisi pada buah dengan kualitas kematangan yang tidak sempurna karena mengalami rasa pakat disertai adanya biji-biji kecil yang bercampur dengan daging buah sehingga menghasilkan rasa tidak enak ketika di makan.
Adapun "Saronda", secara diksional adalah hasil olahan masakan dengan ciri tampilan yang sudah matang namun ketika dicicipi masih terasa mentah meskipun saat makanan di masak menggunakan api relatif besar namun sebaliknya kualitas makanan yang dihasilkan menampilkan rasa yang tidak enak. Ketidak matangan masakan terjadi justeru disebabkan oleh nyala api yang digunakan terlalu besar tapi tidak disertai tingkat kepanasan yang mampu mematangkan masakan.
Dua kondisi kematangan buah dan makanan yang paradoksal menjadi analogi bagi perilaku seseorang dalam masyarakat. Bagi orang kaili dua kondisi tersebut memberi gambaran situasi kematangan psikologis yang berimplikasi pada tindakan sosial.
"Tanasi" merupakan analogi perilaku yang ditampilkan terkesan berlebihan dengan sikap "over acting" dimana tampilannya seolah-olah sudah mencapai kematangan dengan kualitas isi yang baik, meskipun indikasi tampilan hanya terlihat pada fisik atau luarnya saja.
Adapun "Saronda" menjadi analogi perilaku seseorang yang terkesan berlebihan dengan kualitas kematangan yang baik, tapi sesungguhnya masih belum mencapai kesempurnaan sikap dan perilaku yang bersahaja bahkan cenderung disertai adanya sikap sombong dan arogansi.
Dua analogi ini menjadi penanda atas sikap dan perilaku yang merasa lebih baik dari orang lain dan merasa paling mengetahuit segala sesuatu meskipun belum mencapai kematangan standar.
Paradoksal perilaku "Saronda" dan "Tanasi" tidak memberikan pengaruh positif dalam relasi sosial karena cenderung merugikan orang lain yang tertipu pada hasil yang telah berproses karena sifatnya manipulatif.
Secara filosofi "Saronda" dan "Tanasi" adalah paradoksal perilaku yang relatif lazim ditampilkan dalam interaksi sosial masyarakat. Paradoksal perilaku "Tanasi" dan "Saronda" sejauh ini telah menjadi penanda dalam perilaku yang berorientasi pada kepentingan pragmatis dan mampu mengurai prinsip-prinsip idealisme dalam komitmen yang terbangun dalam hubungan sosial yang terjalin.
Sepintas "Tanasi" dan "Saronda" menggambarkan kualitas kematangan perilaku artifisial yang bahkan mampu meruntuhkan nilai-nilai integritas.
Wallahu alam bissawab...
Semoga Allah selalu memberi Rahmat dan Hidayah bagi kita Semua...Barakallah
Boyaoge, 31 Mei 2022
N I S B A H
Pemerhati budaya kaili
Tidak ada komentar:
Posting Komentar