Jumat, 11 Juni 2021

Seri (18) Revitalisasi Budaya Kaili NEGASI SEKSISME pada TRADISI NOMPEJOMU di MASYARAKAT KAILI

Catatan kecil jelang "Hari Kartini"....

Seri (18) Revitalisasi Budaya Kaili
NEGASI SEKSISME pada TRADISI NOMPEJOMU di MASYARAKAT KAILI

Cara berpakaian adalah bagian integral dari sistim nilai budaya kehidupan masyarakat olehnya cara berpakaian berkembang seiring peradaban manusia. Cara berpakaian berhubungan erat dengan etika yang berbasis pada nilai- nilai kultural dan religiusitas dimana cara berpakaian tidak hanya dimaknai sebagai cara menutup tubuh atau melindungi tubuh dari pengaruh cuaca bahkan serangan binatang, akan tetapi terkait erat dengan "world view" masyarakat.
Cara berpakaian mendeskripsikan struktur kehidupan sosial, karena mampu mengekspresikan adat istiadat, pandangan hidup, peristiwa sosial , status sosial ataupun identitas sosial.

"Nompejomu" merupakan tradisi tampilan dari cara berpakaian perempuan pada etnis kaili. Penyebutan "nompejomu" populer digunakan oleh suku kaili sub etnis ledo karena tradisi ini memiliki penyebutan yang berbeda-beda pada beberapa sub etnik kaili yang ada.

"Nompejomu" adalah tradisi yang menggambarkan cara berpakaian yang ditampilkan oleh kaum perempuan dengan menggunakan dua sarung sekaligus yang mana salah satu sarung atau "buya" ( dalam bahasa kaili sub etnis ledo atau "topi" serta penyebutan lain pada beberapa sub etnis kaili) di "tedesi" atau dililitkan disekitar perut menutup kebawah hingga tumit, sementara satu sarung lainnya di gunakan untuk membungkus badan ("mombungu karo") yang dilakukan dengan cara meletakkan tepi sarung bagian atas menutupi kepala hingga diatas mata dan tepi sarung bagian bawah menutup muka hingga mata bagian bawah. Cara berpakaian ini populer juga disebut dengan "Nosalele".

Cara menutup badan dengan menggunakan dua sarung ini hanya menyisakkan mata yang tampak dari luar, cara berpakaian sarung seperti ini sepintas identik dengan model atau cara berpakaian syar'i yang menggunakan Hijab atau Cadar yang populer dan menjadi trend akhir-akhir ini dikalangan muslimah. Bahkan model berpakaian ala syar'i dipersepsikan sebagai ketentuan syariah dalam agama Islam.

Menilik tradisi berpakaian "nompenjomu" pada suku kaili dengan pola membungkus badan yang hanya menampakkan mata menunjukkan bahwa pada orang Kaili sesungguhnya telah memahami pentingnya menutup aurat perempuan pada masa itu. Kelaziman menutup Aurat atau titik tertentu pada sebagian anggota tubuh dimaknai sebagai sesuatu "nilai kepantasan" yang menjadi pengikat moralitas kehidupan berdasarkan norma yang hidup dan berkembang pada masyarakat Kaili.
Tampilan tubuh perempuan memiliki nilai sakralitas dalam konteks kehidupan sosial. Cara berpenampilan dengan menampilkan adab berpakaian adalan penegasan bahwa tubuh perempuan memiliki nilai keluruhan dan kehormatan.

Penggunaan media sarung sebagai penutup badan dalam tradisi "Nompejomu" sesungguhnya adalah salah satu negasi seksisme tubuh perempuan dalam pranata sosial masyarakat Kaili, ketika semangat adab berpakaian syar'i belumlah menjadi tren berpakaian dikalangan perempuan muslimah ketika itu. Tradisi "Nompejomu" telah membentuk inkulturasi yang merupakan penegasan nilai keluhuran masyarakat Kaili. Setidaknya tradisi ini mampu menjaga moralitas perempuan dalam interaksi sosialnya, karena ketaatan pada tradisi ini diikuti dengan penerapan sanksi adat jika terjadi pelanggaran terhadap tindakan mengganggu tradisi "Nompejomu"....
Wallahu a'lam bishawab

Boyaoge, 21 April 2021
N I S B A H
Pemerhati Budaya Kaili

Tidak ada komentar:

Posting Komentar