Seri (12) Revitalisasi Budaya Kaili
"SAMBULU"
Pada masyarakat Kaili, "Sambulu" secara harfiah merupakan bahan rempah yang terdiri dari daun sirih, pinang, Gambir, tembakau, kapur yang masing-masing dibungkus kertas minyak sebagai penghias ( dulunya dibungkus daun tertentu) berwarna kuning dan ditempatkan di dulang berkaki. Untuk daun sirih masing-masing dilipat dengan teknik dan bentuk khusus. Masing-masing bahan rempah ini lazim disediakan dalam jumlah ganjil misalnya tujuh, lima dan sembilan dimana jumlah tersebut merupakan makna dari simbol status sosial pelaku atau subjek yang menggunakannya serta saat mana "sambulu" dugunakan.
Pemaknaan terhadap komponen "sambulu" masing-masing dapat diartikan sebagai :
1. Sirih melambangkan "urat"
yang berarti "ikatan
kekerabatan".
2. Pinang melambangkan
"daging" yang berarti
"penyempurnaan raga".
3. Gambir melambangkan
"darah" yang berarti
"semangat".
4. Kapur melambangkan "tulang"
yang berarti " keuatan".
5. Tembakau melambangkan
"bulu roma" yang berarti
"perasaan" atau
"keikhlasan".
Sambulu secara simbolik merupakan syarat untuk memulai prosesi adat yang lazim dilaksanakan pada tradisi perkawinan atau membuka lahan persawahan serta ladang yang telah siap di tanami.
Penyediaan sambulu dalam sebuah prosesi adat dimaknai sebagai sebuah ritual pembuka acara sekaligus menjadi penanda syarat sahnya sebuah prosesi adat dapat dimulai dan dilaksanakan.
Antropolog Anthony Reid bahkan mencatat pada beberapa masyarakat menggunakan sekapur sirih mulai
dari ritual kelahiran, inisiasi kedewasaan, perkawinan, hingga kematian serta praktik penyembuhan, hingga ritual persembahan kepada roh leluhur.
Demikian halnya pada masyarakat kaili seperangkat sambulu lazim dan populer disiapkan pada acara perkawinan. Sambulu dalam rangkaian acara perkawinan bahkan sudah disiapkan sejak awal proses peminangan dilakukan.
Pada prosesi peminangan, jika musyawarah atau pembicaraan adat akan dimulai atau niat hendak disampaikan, maka pihak peminang (laki-laki) harus membawa "sambulu garo" yang merupakan komponen sambulu yang harus disertai "tai ganja pombeka nganga" yaitu "sambulu berjantung" disimbolkan dengan "emas adat". Ketika pembicaraan dari dua belah pihak terjadi dengan baik maka kedua belah pihak akan memakan sirih secara bersama-sama, jika pihak calon mempelai perempuan tidak menunjukan respon yang baik dengan tidak memakan sirih atau menyentuh "sambulu" maka sikap tersebut dimaknai sebagai sikap penolakan terhadap niat yang disampaikan (alasan penolakan biasanya terjadi karena tidak adanya "tai ganja pombeka nganga"). Setelah acara peminangan selesai seperangkat "sambulu garo" dapat dibawa pulang oleh pihak peminang (laki-laki) sebagai tanda bahwa peminangan berjalan baik dan pinangan diterima.
Adapun "Sambulu Gana" adalah sepereangkat "sambulu" yang dibawa ketika prosesi perkawinan akan dilaksanakan, "Sambulu Gana" terdiri dari daun sirih, pinang, Gambir, tembakau, kapur yang ditempatkan di dulang berkaki, yang disertai "Gana" berupa satu ekor kambing dan "unto" sebentuk cincin emas. "Sambulu Gana"merupakan syarat adat yang harus disertakan ketika perkawinan akan dilaksanakan dan merupakan penanda bahwa ikatan kekerabatan telah terjalin, pada beberapa kelompok masyarakat pemaknaan atas
berpadunya sirih dan pinang menjadi simbol persetubuhan atau pernikahan. Buah pinang dianggap merepresentasikan unsur "panas" dan daun sirih merepresentasikan unsur "dingin".
Saat prosesi pembukaan lahan persawahan dan perladangan akan dilaksanakan, maka lazim di awali dengan penyiapan "sambulu" yang diserahkan kepada "Punggava"(penghulu tanah) untuk "nompanga" (memakan pinang) kemudian barulah "punggava" dapat menyemaikan bibit yang selanjutnya akan diikuti oleh para perempuan menyemai bibit sekaligus membersihkan rumput di lahan yang akan ditanami. Peran perempuan penting dalam prosesi pembukaan lahan dimana perempuan disimbolkan sebagai sumber atas kesuburan. Pentingnya "sambulu" dalam pembukaan lahan persawahan dan perladangan untuk menegaskan bahwa manusia telah memulai hubungan simbolik terhadap alam yang menyediakan kesuburan atas tanaman.
Simbolisasi "sambulu" dalam pemaknaannya adalah sebagai bentuk penghormatan dan penyambutan terhadap tamu ataupun orang yang dituakan atau bahkan menjadi penanda syarat sahnya sebuah peristiwa sosial yang mengandung penguatan terhadap nilai lokal dan sejatinya dipahami secara baik dalam fungsi dan tujuannya bagi kesatuan sosial.
Boyaoge, 27 Pebruari 2020,
N I S B A H
Pemerhati Budaya Kaili