Seri (25) Revitalisasi Budaya Kaili
Analogi diametral Pagoli VS Transaksi Politik
"Pagoli" merupakan pranata sosial dalam sistem ekonomi masyarakat "Kaili" yang menguraikan tentang peran, posisi dan perilaku subjek pembeli dan penjual dalam proses transaksi jual beli hasil sumber daya laut dan pertanian.
"Pagoli" sebagai subyek bertindak menjadi "tangan kedua" dengan serangkaian peran yang dimiliki untuk mengatur dan menentukan nilai harga jual selanjutnya dalam transaksi jual beli hasil laut dan pertanian.
Peran dan posisi "Pagoli" pada masyarakat kaili, mendapat legitimasi dalam ruang transaksi jual beli sebagai sebuah proses yang yang sah dan diakui dalam menentukan jalannya sistem ekonomi pasar. Dalam pelaksaanaan transaksi jual beli pada konsep "Pagoli" berlaku kontrol normatif mengenai hak-hak penjual dan pembeli yang bertumpu pada sistim nilai ekonomi masyarakat. Dalam transaksi, penjual dan pembeli tidak berorientasi pada keuntungan pasar semata tetapi juga kepada pola distribusi sumber-sumber pemenuhan kebutuhan primer masyarakat.
Secara etik proses transaksional "Pagoli" tidak membenarkan adanya dominasi sepihak dengan memberi keuntungan sebesar-besarnya dan kerugian sebanyak-banyaknya baik kepada pihak pembeli maupun pada pihak penjual. Proses transaksional idealnya mengedepankan akses dalam distribusi hasil pertanian dan perikanan dengan kemanfaatan secara luas pada masyarakat.
Menggunakan konsep "Pagoli", sebagai analogi pembanding dalam mengurai Politik transaksional dalam realitas politik, terdapat sisi diametral antara pagoli dengan politik transaksional. "Pagoli" termanifestasi sebagai sebuah sistem ekonomi yang mengejawantah secara konsisten sementara politik transaksional sebagai pola perilaku politik yang bersifat sporadik yang akan muncul saat momentum periodisasi kontestasi politik terjadi. Politik transaksional mengemuka ketika situasi kontestasi politik ditandai dengan terjadinya proses memperdagangkan politik dengan segala hal terkait kebijakan, kewenangan dan kekuasaan.
Politik transaksional menjadi sebuah kredo yang tumbuh dan berkembang seiring menguatnya penerapan prinsip-prinsip demokrasi berlangsung di tengah masyarakat, dimana proses politik sarat dengan jual beli dan tukar-menukar jasa. Politik transaksional terjadi ketika terjadi tawar menawar antara pelaku politik yang notabene adalah kontestan (calon) dengan konstituen yang diklaim dapat mewakili kepentingan politik.
Menganalogikan pagoli dalam fenomena politik transaksional dalam ruang kegiatan politik dapat menjelaskan berbagai pendekatan yang terjadi. Adanya preferensi dengan pendekatan Kekeluargaan, kekerabatan dan kedekatan dalam pertemanan dan persahabatan menjadi faktor pembentuk politik transaksional.
Mengutip Boissevain, dalam Sulaiman Nizam (2002) Politik transaksional, adalah hubungan pertemanan atau persaudaraan dalam setiap pendekatan untuk memenuhi permintaan.
Pada kondisi tertentu pendekatan politik transaksional meletakkan peran individu lebih dominan, dengan kecenderungan tidak terikat kepada peraturan atau sistem nilai tertentu.
Fenomena politik transaksional sebagai sistem politik cenderung mengedepankan kepentingan pribadi dan golongan dalam ciri dan sifat oligarkis. Kecenderungan politik transaksional melahirkan situasi pro-kapitalis yang terkadang disertai sikap pengabaian terhadap hak-hak dasar masyarakat dalam menegaskan kepentingan fundamental.
Indikator keberhasilan politik transaksional terlihat dari kesuksesan politik dalam meraih kekuasaan dan memperoleh kesejahteraan ekonomi bagi pelaku politik dan kelompoknya. Sementara Pagoli sebagai sebuah pranata sosial dalam sistem ekonomi menempatkan kekuatan kuasa bukan semata meraih penguasaan ekonomi dan mengakses sumber-sumber kemakmuran untuk pribadi dan kelompok, melainkan untuk memperjuangkan kepentingan ekonomi masyarakat dengan pola distribusi kebutuhan dengan membuka akses masyarakat terhadap pasar.
Logika politik transaksional, secara tidak langsung telah ikut mempengaruhi jalannya kehidupan politik. Politik transaksional memang bisa memuluskan kepentingan para pelaku politik mencapai orientasi politiknya, tetapi proses politik transaksional secara relatif dapat mengakibatkan buruknya kualitas moral para pelaku politik karena mengandalkan kekuatan modal uang dalam mencapai dominasi kekuasaan. Para pelaku politik berpikir pragmatis dengan menyederhanakan segala tujuan demi memenuhi kepentingan kekuasaan.
Kontestasi politik dalam demokrasi Indonesia lebih mirip pertandingan antara kontestan individu dan figur ketimbang pertandingan antara agenda substantif atau program ideologis yang koherensif. Dalam situasi paradoksal, kontestasi lima tahunan yang demokratis nyaris tanpa substansi dan makna yang signifikan. Pelaku politik sering kali menjadi penentu utama keberhasilan kontestan dalam memenangkan pemilihan ketimbang agenda program.
Menggunakan analogi Pagoli sebagai sebuah sistem dalam proses transaksi ekonomi yang tidak semata mengandalkan keuntungan namun juga diarahkan untuk memperkuat pemenuhan kebutuhan sumber-sumber ekonomi masyarakat. Sementara politik transaksional sekedar membentuk sistem kepemimpinan yang hegemonis dengan melayani kepentingan kelompok belum sepenuhnya diarahkan untuk melayani kepentingan masyarakat secara substansial.
Wallahu a'lam bissawab....
Boyaoge, 09 Mei 2024
N I S B A H
Pemerhati budaya Kaili